Berdasarkan
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Bab I Pasal 1 ayat 7, Desentralisasi adalah
penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
JHA Logemann membagi desentralisasi menjadi dua macam,
yaitu:
1. Dekonsentrasi
atau desentralisasi jabatan, yaitu pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan
negara tingkatan lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan tugas
pemerintah. Misalnya, pelimpahan menteri kepada gubernur, dari gubernur kepada
bupati/walikota, dan seterusnya secara berjenjang.
2.
Desentralisasi
ketatanegaraan atau desentralisasi politik, yaitu pelimpahan kekuasaan
perundangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom dalam lingkungannya.
Dalam desentralisasi politik rakyat dengan menggunakan dan memanfaatkan
saluran-saluran tertentu (perwakilan) ikut serta di dalam pemerintahan, dengan
batas wilayah masing-masing. Desentralisasi
ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.
Desentralisasi Teritorial (Kewilayahan), yaitu penyerahan kekuasaan untuk
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (autonomie), batas pengaturannya adalah daerah. Desentralisasi
teritorial mengakibatkan adanya otonomi pada daerah yang menerima penyerahan.
Dimana daerah otonom tersebut dapat menentukan sendiri kebijakan daerahnya,
kecuali kebijakan dalam bidang:
1.
Politik Luar
Negeri
2.
Pertahanan
3.
Keamanan
4.
Peradilan
5.
Moneter
6.
Fiskal
7.
Agama
yang merupakan
kajian wewenang pemerintah pusat.
b.
Desentralisasi Fungsional, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan
mengurusi fungsi tertentu. Batas pengaturan ini adalah jenis fungsi.
Konsep
desentralisasi secara umum dapat dikategorikan ke dalam dua perspektif utama,
yakni perspektif desentralisasi politik dan perspektif
desentralisasi
administratif (desentralisasi
birokrasi). Perspektif desentralisasi politik
mendefinisikan desentralisasi sebagai devolusi kekuasaan (devolution of
power), dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sementara
perspektif desentralisasi administrasi mendefinisikan desentralisasi sebagai
delegasi wewenang administratif
(administrative authority), dari pemerintah pusat kepada pemerintah
daerah atau disebut juga dengan dekonsentrasi. Adanya
perbedaan antara kedua perspektif dalam mendefinisikan desentralisasi tersebut,
telah memiliki implikasi pada perbedaan dalam merumuskan tujuan utama yang
hendak dicapai. Perspektif desentralisasi politik menekankan bahwa tujuan utama
dari desentralisasi adalah untuk mewujudkan demokratisasi di tingkat lokal
sebagai persamaan politik, akuntabilitas lokal, dan kepekaan lokal. Di sisi
lain, Perspektif desentralisasi administrasi lebih menekankan pada aspek
efisiensi penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan ekonomi di daerah,
sebagai tujuan utama dari desentralisasi. Selain memiliki beberapa perbedaan
mendasar, Perspektif desentralisasi politik dan
desentralisasi administrasi juga memiliki
persamaan, yakni kedua perspektif desentralisasi tersebut mendudukkan
Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai bagian dari faktor penentu bagi pencapaian
tujuan desentralisasi.
Menurut
Smith (1985) desentralisasi memiliki ciri-ciri:
1. Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan
tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah otonom.
2. Fungsi yang
diserahkan dapat dirinci atau merupakan fungsi yang tersisa (residual
function).
3. Penerima
wewenang adalah daerah otonom.
4. Penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan
dan melaksanakan kebijakan, wewenang mengatur dan mengurus kepentingan yang
bersifat lokal.
5. Wewenang mengatur adalah wewenang menetapkan norma
hukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak.
6. Wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan
norma hukum yang bersifat individual dan konkrit.
7. Keberadaan daerah otonom adalah di luar hirarkhi
organisasi pemerintah pusat.
8. Menunjukkan pola hubungan antar organisasi.
9.
Menciptakan political
variety dan diversity of structure dalam sistem politik.
Terdapat
tiga alasan penerapan kebijakan desentralisasi, diantaranya:
1. Untuk
menciptakan efisiensi penyelenggaraan administrasi pemerintahan.
2. Untuk
memperluas otonomi daerah.
3. Untuk beberapa kasus,
kebijakan desentralisasi diterapkan sebagai strategi untuk mengatasi
instabilitas politik.
Sementara
menurut Nelson Kasfir, alasan menerapkan desentralisasi lebih didasarkan pada
pertimbangan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
keputusan dan untuk mempercepat proses pembangunan ekonomi daerah.
Menurut
Nurcholis, alasan perlunya desentralisasi, yaitu:
a. Untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada pemerintah
pusat yang dapat menimbulkan tirani.
b. Sebagai tindakan pendemokrasian.
c. Dari sudut teknik organisatoris, mampu menciptakan
pemerintahan yang efisien.
d. Dari sudut kultural, dimaksudkan agar perhatian
sepenuhnya dapat tertuju pada kekhususan daerah.
e. Dari sudut
kepentingan pembangunan ekonomi agar Pemerintah Daerah dapat lebih banyak dan
secara langsung membantu pembangunan ekonomi daerah.
Bagi negara-negara
berkembang, terdapat beberapa tujuan, alasan, dan kendala dalam pelaksanaan
kebijakan desentralisasi. Menurut pandangan Smith tujuan
penerapan desentralisasi bagi negara-negara berkembang, yakni:
1. Pendidikan politik.
2. Latihan kepemimpinan politik.
3. Memelihara stabilitas politik.
4. Mencegah konsentrasi kekuasaan di pusat.
5. Memperkuat akuntabilitas publik.
6.
Meningkatkan
kepekaan elit terhadap kebutuhan masyarakat.
Terdapat dua hal yang menjadi kendala dalam
pelaksanaan desentralisasi, yaitu:
1. Berkaitan dengan skala besaran wilayah operasi
pemerintah daerah yang mengakibatkan penyelenggaraan pemerintahan daerah
menjadi kurang efektif, terutama dalam hal menangani berbagai persoalan sosial
dan ekonomi.
2.
Adanya
ketidaktulusan di kalangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk
mendudukkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses
pengambilan keputusan.
Sumber:
Arenawati.
2011. Bahan Ajar Administrasi Pemerintahan Daerah: Sejarah, Konsep, dan Praktik
Otonomi Daerah. Serang.
Romli,
Lili. 2007. Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widjaja,
HAW. 2007. Penyelenggaraan otonomi di Indonesia
dalam rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Jakarta: RajaGrafindo
Persada.