Selasa, 10 April 2012

DESENTRALISASI

Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Bab I Pasal 1 ayat 7, Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
JHA Logemann membagi desentralisasi menjadi dua macam, yaitu:
1. Dekonsentrasi atau desentralisasi jabatan, yaitu pelimpahan kekuasaan dari alat perlengkapan negara tingkatan lebih atas kepada bawahannya guna melancarkan tugas pemerintah. Misalnya, pelimpahan menteri kepada gubernur, dari gubernur kepada bupati/walikota, dan seterusnya secara berjenjang.
2.    Desentralisasi ketatanegaraan atau desentralisasi politik, yaitu pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan kepada daerah-daerah otonom dalam lingkungannya. Dalam desentralisasi politik rakyat dengan menggunakan dan memanfaatkan saluran-saluran tertentu (perwakilan) ikut serta di dalam pemerintahan, dengan batas wilayah masing-masing.  Desentralisasi ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Desentralisasi Teritorial (Kewilayahan), yaitu penyerahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (autonomie), batas pengaturannya adalah daerah. Desentralisasi teritorial mengakibatkan adanya otonomi pada daerah yang menerima penyerahan. Dimana daerah otonom tersebut dapat menentukan sendiri kebijakan daerahnya, kecuali kebijakan dalam bidang:
1.    Politik Luar Negeri
2.    Pertahanan
3.    Keamanan
4.    Peradilan
5.    Moneter
6.    Fiskal
7.    Agama
yang merupakan kajian wewenang pemerintah pusat.
b. Desentralisasi Fungsional, yaitu pelimpahan kekuasaan untuk mengatur dan mengurusi fungsi tertentu. Batas pengaturan ini adalah jenis fungsi.
Konsep desentralisasi secara umum dapat dikategorikan ke dalam dua perspektif utama, yakni perspektif desentralisasi politik dan perspektif desentralisasi administratif (desentralisasi birokrasi). Perspektif desentralisasi politik mendefinisikan desentralisasi sebagai devolusi kekuasaan (devolution of power), dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sementara perspektif desentralisasi administrasi mendefinisikan desentralisasi sebagai delegasi wewenang administratif (administrative authority), dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau disebut juga dengan dekonsentrasi. Adanya perbedaan antara kedua perspektif dalam mendefinisikan desentralisasi tersebut, telah memiliki implikasi pada perbedaan dalam merumuskan tujuan utama yang hendak dicapai. Perspektif desentralisasi politik menekankan bahwa tujuan utama dari desentralisasi adalah untuk mewujudkan demokratisasi di tingkat lokal sebagai persamaan politik, akuntabilitas lokal, dan kepekaan lokal. Di sisi lain, Perspektif desentralisasi administrasi lebih menekankan pada aspek efisiensi penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan ekonomi di daerah, sebagai tujuan utama dari desentralisasi. Selain memiliki beberapa perbedaan mendasar, Perspektif desentralisasi politik dan desentralisasi administrasi juga memiliki persamaan, yakni kedua perspektif desentralisasi tersebut mendudukkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebagai bagian dari faktor penentu bagi pencapaian tujuan desentralisasi.
            Menurut Smith (1985) desentralisasi memiliki ciri-ciri:
1.  Penyerahan wewenang untuk melaksanakan fungsi pemerintahan tertentu dari pemerintah pusat kepada daerah otonom.
2. Fungsi yang diserahkan dapat dirinci atau merupakan fungsi yang tersisa (residual function).
3.   Penerima wewenang adalah daerah otonom.
4.   Penyerahan wewenang berarti wewenang untuk menetapkan dan melaksanakan kebijakan, wewenang mengatur dan mengurus kepentingan yang bersifat lokal.
5.  Wewenang mengatur adalah wewenang menetapkan norma hukum yang berlaku umum dan bersifat abstrak.
6.  Wewenang mengurus adalah wewenang untuk menetapkan norma hukum yang bersifat individual dan konkrit.
7.    Keberadaan daerah otonom adalah di luar hirarkhi organisasi pemerintah pusat.
8.    Menunjukkan pola hubungan antar organisasi.
9.    Menciptakan political variety dan diversity of structure dalam sistem politik.
Terdapat tiga alasan penerapan kebijakan desentralisasi, diantaranya:
1.    Untuk menciptakan efisiensi penyelenggaraan administrasi pemerintahan.
2.   Untuk memperluas otonomi daerah.
3. Untuk beberapa kasus, kebijakan desentralisasi diterapkan sebagai strategi untuk mengatasi instabilitas politik.
Sementara menurut Nelson Kasfir, alasan menerapkan desentralisasi lebih didasarkan pada pertimbangan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan dan untuk mempercepat proses pembangunan ekonomi daerah.
Menurut Nurcholis, alasan perlunya desentralisasi, yaitu:
a.  Untuk mencegah penumpukan kekuasaan pada pemerintah pusat yang dapat menimbulkan tirani.
b.  Sebagai tindakan pendemokrasian.
c.  Dari sudut teknik organisatoris, mampu menciptakan pemerintahan yang efisien.
d. Dari sudut kultural, dimaksudkan agar perhatian sepenuhnya dapat tertuju pada kekhususan daerah.
e. Dari sudut kepentingan pembangunan ekonomi agar Pemerintah Daerah dapat lebih banyak dan secara langsung membantu pembangunan ekonomi daerah.
Bagi negara-negara berkembang, terdapat beberapa tujuan, alasan, dan kendala dalam pelaksanaan kebijakan desentralisasi. Menurut pandangan Smith tujuan penerapan desentralisasi bagi negara-negara berkembang, yakni:
1.    Pendidikan politik.
2.    Latihan kepemimpinan politik.
3.    Memelihara stabilitas politik.
4.    Mencegah konsentrasi kekuasaan di pusat.
5.    Memperkuat akuntabilitas publik.
6.    Meningkatkan kepekaan elit terhadap kebutuhan masyarakat.
Terdapat dua hal yang menjadi kendala dalam pelaksanaan desentralisasi, yaitu:
1.    Berkaitan dengan skala besaran wilayah operasi pemerintah daerah yang mengakibatkan penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi kurang efektif, terutama dalam hal menangani berbagai persoalan sosial dan ekonomi.
2.    Adanya ketidaktulusan di kalangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mendudukkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses pengambilan keputusan.




Sumber:
Arenawati. 2011. Bahan Ajar Administrasi Pemerintahan Daerah: Sejarah, Konsep, dan Praktik Otonomi Daerah. Serang.
Romli, Lili. 2007. Potret Otonomi Daerah dan Wakil Rakyat di Tingkat Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Widjaja, HAW. 2007. Penyelenggaraan otonomi di Indonesia dalam rangka Sosialisasi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar