Senin, 09 April 2012

SELAYANG PANDANG PEMILU 2009

SELAYANG PANDANG PEMILU 2009


            Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan bentuk dari penerapan budaya demokrasi yang dijalankan oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1955 pada masa kabinet Burhanuddin Harahap. Berbicara soal pemilu khususnya pada pemilu 2009, maka hal tersebut tidak terlepas dari aturan main yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam melakukan tahap penyeleksian partai politik (parpol), pemerintah menerapkan sistem electoral threshold untuk mengurangi jumlah parpol yang ada. Pemerintah juga menerapkan sistem parliamentary threshold untuk menentukan batas minimal (ambang batas) perolehan suara yang harus dipenuhi peserta pemilu 2009 agar dapat menempatkan calon anggota legislatifnya di Parlemen. Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Dari kedua acuan sistem tersebut, maka Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan sebanyak 34 parpol yang dinyatakan lolos verifikasi sekaligus dinyatakan sebagai peserta pemilu 2009. Parpol tersebut terdiri atas 16 partai yang memenuhi syarat sesuai dengan UU Nomor 10 Tahun 2008 dan parpol yang pada periode 2004-2009 telah memiliki kursi di DPR RI, secara otomatis dapat menjadi peserta pemilu 2009 tanpa harus melewati tahapan verifikasi faktual. Partai-partai tersebut diantaranya adalah Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Demokrasi Indonesia (PDI), Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), Partai Demokrat (PD), Partai Golongan Karya (Golkar), Partai Karya Perjuangan Bangsa (PKPB), Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, Partai Pelopor, Partai Penegak Demokrasi Indonesia, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan 18 partai baru yang lolos verifikasi administrasi dan faktual KPU. KPU juga menetapkan enam parpol lokal Aceh dalam pemilu 2009, khusus untuk wilayah pemilihan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sementara parpol yang tidak lolos verifikasi mencapai 11 parpol dengan 2 parpol yang mengundurkan diri, yaitu Partai Kemakmuran Rakyat dan Partai Islam Indonesia Masyumi.
            Delapan belas parpol yang lolos dalam verifikasi administrasi dan faktual KPU tersebut diantaranya adalah Partai Barisan Nasional, Partai Demokrasi Pembaruan, Partai Gerakan Indonesia Raya, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Indonesia Sejahtera, Partai Karya Perjuangan, Partai Kasih Demokrasi Indonesia, Partai Kebangkitan Nasional Ulama, Partai Kedaulatan, Partai Matahari Bangsa, Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia, Partai Patriot, Partai Peduli Rakyat Nasional, Partai Pemuda Indonesia, Partai Pekerja dan Pengusaha Indonesia, Partai Perjuangan Indonesia Baru, Partai Persatuan Daerah, dan Partai Republika Nusantara. Partai-partai tersebut dinyatakan lolos verifikasi dikarenakan mampu memenuhi kriteria yang ada pada sistem electoral threshold maupun parliamentary threshold, sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 mengenai ambang batas dalam electoral threshold untuk pemilihan legislatif 3% dari jumlah kursi di DPR atau 5% dari perolehan suara sah suara nasional. Sementara ambang batas untuk parliamentary threshold tercantum dalam UU Nomor 10 Tahun 2008 pasal 202, pasal 203, pasal 205, pasal 206, pasal 207, pasal 208, dan pasal 209. Pasal 202 ayat (1) menerangkan bahwa partai politik peserta pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% dari jumlah suara sah secara nasional untuk diikutsertakan dalam penentuan perolehan kursi DPR. Dampak dari diberlakukannya sistem parliamentary threshold ini adalah dari sekian banyak parpol peserta pemilu 2009 yag ada, hanya 9 parpol saja yang memiliki wakilnya di parlemen.
            Keputusan KPU dalam meloloskan parpol peserta pemilu 2009 yang berjumlah 34 partai ini, dapat menunjukkan kepada kita bahwa tujuan pemerintah yang semula bermaksud untuk menyederhanakan jumlah parpol melalui penerapan electoral threshold dan parliamentary threshold menjadi tidak konsisten lagi terhadap tujuan dan rencana awal, karena yang terjadi adalah kuantitas daripada jumlah parpol peserta pemilu 2009 itu sendiri meningkat jika dibandingkan dengan jumlah parpol peserta pemilu 2004 yang hanya bekisar sebanyak 24 parpol. Akankah hal ini dapat terulang kembali pada pemilu 2014 mendatang ataukah penerapan dari sistem electoral threshold maupun parliamentary threshold tersebut, hanya akan menjadi sebuah konsep-konsep belaka tanpa makna yang jelas?.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar