SELAYANG
PANDANG PEMILU 2009
Pemilihan
Umum (Pemilu) merupakan bentuk dari penerapan budaya demokrasi yang dijalankan
oleh pemerintah Indonesia sejak tahun 1955 pada masa kabinet Burhanuddin
Harahap. Berbicara soal pemilu khususnya pada pemilu 2009, maka hal tersebut
tidak terlepas dari aturan main yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam
melakukan tahap penyeleksian partai politik (parpol), pemerintah menerapkan
sistem electoral threshold untuk
mengurangi jumlah parpol yang ada. Pemerintah juga menerapkan sistem parliamentary threshold untuk menentukan
batas minimal (ambang batas) perolehan suara yang harus dipenuhi peserta pemilu
2009 agar dapat menempatkan calon anggota legislatifnya di Parlemen.
Sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang
Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Dari kedua acuan sistem tersebut, maka
Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan sebanyak 34 parpol yang dinyatakan
lolos verifikasi sekaligus dinyatakan sebagai peserta pemilu 2009. Parpol
tersebut terdiri atas 16 partai yang memenuhi syarat sesuai dengan UU Nomor 10
Tahun 2008 dan parpol yang pada periode 2004-2009 telah memiliki kursi di DPR
RI, secara otomatis dapat menjadi peserta pemilu 2009 tanpa harus melewati
tahapan verifikasi faktual. Partai-partai tersebut diantaranya adalah Partai
Amanat Nasional (PAN), Partai
Bintang Reformasi (PBR), Partai
Bulan Bintang (PBB), Partai
Demokrasi Indonesia (PDI), Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP),
Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK),
Partai Demokrat (PD), Partai
Golongan Karya (Golkar), Partai
Karya Perjuangan Bangsa (PKPB),
Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI),
Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
Partai Kebangkitan Bangsa (PKB),
Partai Nasional Indonesia Marhaenisme, Partai Pelopor, Partai Penegak Demokrasi
Indonesia, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan 18 partai baru yang lolos verifikasi administrasi dan
faktual KPU. KPU juga menetapkan enam parpol lokal Aceh dalam pemilu 2009,
khusus untuk wilayah pemilihan Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Sementara parpol
yang tidak lolos verifikasi mencapai 11 parpol dengan 2 parpol yang
mengundurkan diri, yaitu Partai Kemakmuran Rakyat dan Partai Islam Indonesia
Masyumi.
Delapan
belas parpol yang lolos dalam verifikasi administrasi dan faktual KPU tersebut
diantaranya adalah Partai Barisan Nasional, Partai Demokrasi Pembaruan, Partai
Gerakan Indonesia Raya, Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Indonesia Sejahtera,
Partai Karya Perjuangan, Partai Kasih Demokrasi Indonesia, Partai Kebangkitan
Nasional Ulama, Partai Kedaulatan, Partai Matahari Bangsa, Partai Nasional
Benteng Kerakyatan Indonesia, Partai Patriot, Partai Peduli Rakyat Nasional,
Partai Pemuda Indonesia, Partai Pekerja dan Pengusaha Indonesia, Partai
Perjuangan Indonesia Baru, Partai Persatuan Daerah, dan Partai Republika
Nusantara. Partai-partai tersebut dinyatakan lolos verifikasi dikarenakan mampu
memenuhi kriteria yang ada pada sistem electoral
threshold maupun parliamentary
threshold, sebagaimana yang tercantum dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 mengenai
ambang batas dalam electoral threshold
untuk pemilihan legislatif 3% dari jumlah kursi di DPR atau 5% dari perolehan
suara sah suara nasional. Sementara ambang batas untuk parliamentary threshold tercantum dalam UU Nomor 10 Tahun 2008
pasal 202, pasal 203, pasal 205, pasal 206, pasal 207, pasal 208, dan pasal
209. Pasal 202 ayat (1) menerangkan bahwa partai politik peserta pemilu harus
memenuhi ambang batas perolehan suara sekurang-kurangnya 2,5% dari jumlah suara
sah secara nasional untuk diikutsertakan dalam penentuan perolehan kursi DPR.
Dampak dari diberlakukannya sistem parliamentary
threshold ini adalah dari sekian banyak parpol peserta pemilu 2009 yag ada,
hanya 9 parpol saja yang memiliki wakilnya di parlemen.
Keputusan
KPU dalam meloloskan parpol peserta pemilu 2009 yang berjumlah 34 partai ini,
dapat menunjukkan kepada kita bahwa tujuan pemerintah yang semula bermaksud
untuk menyederhanakan jumlah parpol melalui penerapan electoral threshold dan parliamentary
threshold menjadi tidak konsisten lagi terhadap tujuan dan rencana awal,
karena yang terjadi adalah kuantitas daripada jumlah parpol peserta pemilu 2009
itu sendiri meningkat jika dibandingkan dengan jumlah parpol peserta pemilu
2004 yang hanya bekisar sebanyak 24 parpol. Akankah hal ini dapat terulang
kembali pada pemilu 2014 mendatang ataukah penerapan dari sistem electoral threshold maupun parliamentary threshold tersebut, hanya
akan menjadi sebuah konsep-konsep belaka tanpa makna yang jelas?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar